Rabu, 02 Oktober 2013

Ragam Bahasa

PENTINGNYA BERBAHASA YANG BAIK DAN BENAR DALAM DUNIA SISTEM INFORMASI
 (RAGAM BAHASA)

Ragam Bahasa

Pertama-tama sebelum saya membahas tentang ragam bahasa saya akan membahas tentang Bahasa Indonesia yang umum digunakan mempunyai dua corak, yaitu bahasa tutur dan bahasa bergaya.
Bahasa tutur atau bahasa percakapan adalah bahasa yang lazim dipakai dalam pergaulan sehari-hari, terutama dalam percakapan. Sifat-sifat khasnya, bersahaja, sederhana, dan singkat bentuknya.
Bahasa bergaya adalah bahasa yang digunakan dengan sengaja diperbesar daya gunanya. Segala sesuatunya disusun diatur, dan digunakan seefisien, supaya sanggup menyalurkan berita batin.
Jenis yang kedua (bahasa bergaya) bentuknya beragam:
1. Ragam umum,
2. Ragam khusus, terdiri dari :
a. Ragam ringkas yang meliputi ragam jurnalistik, ragam ilmiah, dan ragam jabatan
b. Ragam sastra

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya berbeda-beda, menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Macam – macam ragam bahasa :

.    Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

Di dalam bahasa Indonesia dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakan kosa kata ragam baku di dalam pemakaian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :

a)      Ragam bahasa lisan

Ragam bahasa lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuan. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa dapat dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, Ciri-ciri ragam lisan yaitu :

-          Memerlukan orang kedua/teman bicara.
-          Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu.
-          Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
-          Berlangsung cepat.
-          Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu.
-          Kesalahan dapat langsung diperbaiki.
-          Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
-           
   Contoh yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama mengobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato atau ceramah.

b)     Ragam bahasa tulis

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan atau huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kalimat dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata atau susunan kalimat, ketepatan pilihan bahasa, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan gagasan.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar. Dalam ragam bahasa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.

Ciri Ragam Bahasa Tulis :
-          Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
-          Tidak terikat ruang dan waktu.
-          Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.
-          Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.
-          Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap, dan
-          Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
-          Berlangsung lambat.

2.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

a.              Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)

Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

b.              Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

c.               Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara atau sikap penulis terhadap pembawa sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat ke formalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
1.        Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
2.        Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
3.        Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4.        Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.



Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah peristilahan/ungkapan khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.

Bahasa Baku

Bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa baku menjalankan empat fungsi, yaitu
(1) fungsi pemersatu.
(2) fungsi penanda kepribadian.
(3) fungsi penambah wibawa.
(4) fungsi sebagai kerangka acuan.
 Ejaan

Bahasa jurnalistik harus memperhatikan ejaan yang benar. Kedengarannya mudah, tetapi dalam praktek banyak mengalami kesulitan. Wartawan semestinya memiliki Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Disempurnakan untuk dikonsultasi sewaktu diperlukan.
KESALAHAN-KESALAHAN BAHASA
Kerancuan (Kontaminasi)
Kontaminasi ialah pencampuran dengan tidak sengaja. Pencampuran ini sudah tentu tidak dapat dibenarkan karena membuat kalimat menjadi kacau (rancu). Contoh:
1. “untuk sementara waktu” mestinya “untuk sementara” atau “untuk beberapa waktu” (sementara = sedang, untuk beberapa waktu);
2. “sementara orang” mestinya “beberapa orang”
3. “selain daripada itu” mestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”;
4. “dan lain sebagainya” mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”;
5. “berhubung karena” mestinya “berhubung dengan” atau “karena”;
6. “demi untuk” mestinya “demi” saja atau “untuk” saja;
7. “agar supaya” mestinya “agar” saja atau “supaya” saja;
Kata ‘di mana’, ‘hal mana’, ‘yang mana’
Baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulisan, banyak kita jumpai kalimat relatif yang dihubungkan dengan kata-kata:
di mana; yang mana; hal mana; di atas mana; dari mana; dengan siapa.
Dengan tidak disadari kita terpengaruh oleh struktur bahasa asing. Kalimat-kalimat tersebut ialah kalimat ganti penghubung. Dalam bahasa Belanda kalimat-kalimat tersebut ialah:
wat; welke; waarop; waarcan; met wie.
Contoh:
1. Kantor di mana dia bekerja, tidak jauh dari rumahnya.
2. Keadaan di Mesir sangar gawat, yang mana mengancam tahta Shah.
3. Daerah dari mana beras didatangkan terletak jauh di pedalaman.

Kalimat-kalimat di atas sebenarnya tidak mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia. Kalimat-kalimat itu sebaiknya berbunyi:
1. Kantor tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
2. Keadaan di Mesir sangat gawat, dan mengancam tahta Shah.
3. Daerah yang menghasilkan beras terletak jauh dari pedalaman.
Bentuk Aktif dan Pasif Disatukan
Disiplinkan pikiran supaya tidak mencampuradukkan bentik pasif (di-) dengan bentuk aktif (me-) dalam satu kalimat.
Contoh:
“Karang Taruna GPB Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia, dibuka oleh Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Teras berita ini mesti dipecah dalam dua kalimat:
“Karang Taruna GPB Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia. Rapat kerja itu dibuka Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Kata Depan atau Awalan

Sering terjadi wartawan melakukan kesalahan dalam penulisan kalimat “di” dan “ke”. Kesulitan ini biasanya terletak pada kapan harus menulis kedua kalimat itu serangkai dan kapan mesti menulis terpisah dengan kalimat di belakangnya.
Untuk mengatasi kesulitan itu, kita harus dapat membedakan “di dan ke sebagai kalimat depan” dan “di- dan ke- sebagai awalan”. Jika ia berfungsi sebagai kata depan, maka penulisannya terpisah; tetapi jika berfungsi sebagai awalan, maka penulisannya serangkai dengan kata yang menyertainya.
Hiperkorek
Hiperkorek (bahasa Inggris: hypercorrect) berarti “melampaui batas tepat atau benar sehinga menjadi salah”.
Contoh:
1. “Dipakai tenaga akhli Amerika dengan memberikan gajih yang cukup tinggi.” Kalimat akhli harus ditulis ahli dan gajih menjadi gaji.
2. “Di lain fihak, perbedaan tingkat ekonomi yang menyolok itu, juga sering menimbulkan iri hati.” kalimat fihak harus ditulis pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Baku Bahasa Indonesia  Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sabariyanto, Dirgo.1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
Badudu, J.S. 1986. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar